Rabu, 02 Desember 2020

Mungkin Belum Waktunya

Akhirnya aku berpikir demikian...

Setelah beberapa kali rasa insecure seringkali mampir. Hadir ketika melihat postingan teman-teman yang bagiku sudah sukses. Dan itu terjadi berulang kali. Rasa percaya diri seketika memudar, bercermin pun seolah hanya sekadar saja. Menatap lalu berkata: Aku kapan seperti mereka?

Bukan main rasanya bagaimana berkali-kali aku berusaha memunculkan rasa percaya yang besar. Kembali tegar ketika pikiran mulai larut dengan kata-kata yang tak semestinya ku ucapkan. Belum lagi sugesti negatif yang jua ikut menyapa.

Wajarkah perasaan itu muncul? 
Rasa iri (Naudzubillahi min dzalik semoga tak lagi bersemayam di diri ini).

Sepertinya memang hijrah sesungguhnya mesti melalui hati dulu.
Aku terlalu sibuk membenahi penampilan dan lupa membersihkan hati huhuhu.
Sibuk membedaki raga, tapi lupa memberi nutrisi pada jiwa.

Sampai akhirnya aku berpikir,
"Kok ya bisa-bisanya aku sibuk memikirkan orang lain?"

Duhai diri, ternyata hatimu tak sebening embun pagi. Disana masih ada noktah hitam yang menyelimuti.

Dan ah iya...
Aku teringat dengan kata-kata mashyur Ali bin Abi Thalib ra.,"Aku tak sebaik yang kau pikirkan, namun aku tak seburuk yang ada di pikiranmu."
Orang melihatku baik, padahal itu karena Allah yang Maha Baik menutup aibku


Qadarullah, Allah menyadarkanku dengan postingan seseorang (mohon maaf lupa nama pemostingnya). Kurang lebih beliau menuliskan bahwa kehidupan dunia maya sebetulnya tak benar-benar adanya. Kita tidak bisa menghentikan aktivitas selancar mereka di dunia maya, terlebih instagram. Tapiii..., kita bisa banget memfilter semua itu. 

Filter.. iya 'menyaring' hehe.

Selama ini aku menumpuk semua kejadian di satu tempat: pikiran. Yang Qadarullah berefek ke fisik. Sakit yang menyapa diri, menyadarkanku bahwa setiap orang punya rezekinya masing-masing. Lewat kejadian itu, aku belajar untuk menahan diri dari nafsu duniawi, aku belajar untuk tak iri dengan rezeki orang lain, aku belajar untuk menerima apa yang Allah beri.

Ridho bahwa apa yang terjadi dalam hidup ini sudah menjadi skenario terbaik untukku.
Memang pada awalnya aku tak menerima, tapi lambat laun Al-Latif dengan ke-Maha Lembutannya menyentuhku dengan firman-Nya; "Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu mencintai sesuatu padahal itu buruk bagimu. Allah Maha Mengetahui sedangkan kamu tidak mengetahui."

Kesalahanku adalah mengukur kesuksesan dengan tolok ukur duniawi.
Padahal, orang-orang yang berhasil dalam akhiratnya itu justru sangat menginspirasi.
Ya, mereka yang sukses membenahi hatinya dengan terus berdzikir mengingat Allah. yang jika bersedekah tak menghitung nominal, bahkan yang salat malamnya tak pernah tertinggal.

Akhirnya aku berpikir demikian.








0 komentar:

Posting Komentar